Mengapa Golput Menjadi Sebuah Gerakan dan Berpotensi Menimbulkan 6 Kerugian jika Tidak Menggunakan Hak Pilih Saat Pemilu

by -155 Views

TEMPO.CO, Jakarta – Sebagai warga negara Indonesia, seseorang yang sudah dewasa memiliki hak untuk memilih atau tidak memilih, dan menggunakan hak suaranya dalam pemilihan umum (pemilu). Meskipun menjadi golput, juga merupakan hak, ternyata ada sejumlah kerugian akibat tidak memilih dalam pemilu.

Lantas apa kerugian menjadi golput?

Golput pernah menjadi gerakan moral yang dicetus pada 3 Juni 1971 di Balai Budaya Jakarta, sebulan sebelum hari pemungutan suara Pemilu pertama era orde baru. Disebut golongan putih lantaran pemilih mencoblos bagian putih kertas suara. Saat itu mereka takut tak pergi ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) sehingga memutuskan memberikan suara rusak.

Sebagai informasi, jumlah golput alias tidak menggunakan hak pilih terbilang banyak dalam dua pemilu terakhir. Pada Pemilu 2019, sebanyak 34,75 juta atau sekitar 18,02 persen orang menjadi golput. Jumlah tersebut tetap fantastis meski lebih sedikit dibanding Pemilu 2014 yang mencapai 58,61 juta orang atau 30,22 persen.

Berikut kerugian bila golput dalam pemilu:

1. Terpilihnya calon tak kredibel
Dalam pemilu, satu suara adalah emas. Namun bagi yang memilih golput, mereka beranggapan bahwa satu suara tidak berarti apa-apa. Padahal walau hanya satu suara sekalipun itu sangat berpengaruh. Karena banyak yang Golput, bisa saja justru kandidat yang tak kredibel yang terpilih.

2. Pembangunan terhambat
Keputusan golput sedikit banyak bakal mempengaruhi pembangunan. Dikutip dari laman Tribratanews.kepri.polri.go.id, dampak negatif dari golput adalah tidak terdukungnya program pemerintah karena kurangnya “minat” dari masyarakat. Efek ini memiliki dampak jangka panjang apakah yang akan terlahir dari golput tersebut.

3. Tidak menjadi insan berdemokrasi
Pemungutan suara adalah pestanya rakyat berdemokrasi. Tidak terlibat alias menjadi golput menandakan seseorang bukan bagian dari tatanan pemerintahan. Padahal melalui Pemilu, rakyat diberi kesempatan untuk memilih, mengeluarkan pendapat, dan diberi kesempatan hidup sebagai insan demokratis. Golput melambangkan masyarakat yang tidak demokratis. Masyarakat yang apatis mencerminkan politik yang berpolemik.

4. Merugikan negara
Ketua lembaga Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (KoDe Inisiatif), Very Junaidi mengatakan sikap golput membuat anggaran negara terbuang percuma. Untuk menyelenggarakan pemilihan umum, kata dia, negara harus mengeluarkan anggaran yang fantastis hingga Rp 25 triliun. Uang tersebut bersumber dari pajak yang masyarakat bayarkan ke negara.

5. Suara berpotensi dimanipulasi
Masih menurut Very, dia menuturkan jika masyarakat memilih golput maka mereka akan dua kali mengalami kerugian. Pertama sudah bayar pajak namun tidak menggunakan haknya, dan kedua hak pilihnya berpotensi dimanipulasi. “Karena tidak gunakan maka hak pilihnya bisa dipakai oknum tak bertanggung jawab. Oleh karena itu menjadi penting bagi pemilih untuk menggunakan hak pilih,” ucapnya.

Hal serupa disampaikan Direktur Eksekutif We The Youth, Ratu Dyah Ayu Widyaswari. Menurut dia, seseorang rugi juka tidak menggunakan hak pilihnya atau memutuskan golput dalam pemilu. “Bila suaranya tidak digunakan, maka suara ini berpeluang dimanfaatkan orang lain,” ujar Widy di Jakarta, Rabu 23 Januari 2019.

6. Melanggengkan kekuasaan rezim
Dikutip dari Aclc.kpk.go.id, memilih golput sama artinya melanggengkan kekuasaan partai rezim. Mereka tetap berkuasa lantaran pendukung setianya yang banyak tetap memilih. Tidak peduli apakah parpol tersebut berkualitas atau tidak, tetapi karena memiliki jumlah suara yang tinggi maka tetap berhasil memenangkan pemilu.

HENDRIK KHOIRUL MUHID | AHMAD FAIZ IBNU SANI | ASTARI PINASTHIKA SAROSA
Pilihan Editor: Goenawan Mohamad Sampai pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya