Sejarah panjang dan perjuangan Badan Pengawas Pemilu Indonesia atau Bawaslu merupakan cerminan dari perkembangan demokrasi di Indonesia.
Terbentuk sebagai respons terhadap krisis kepercayaan dalam pelaksanaan pemilu, Bawaslu telah melalui transformasi signifikan untuk memastikan integritas dan transparansi dalam proses demokrasi.
Awal Mula Terbentuknya Bawaslu
Dilansir dari situs resmi Bawaslu, Indonesia menghadapi krisis kepercayaan terhadap pelaksanaan pemilu pada 1971. Protes masyarakat muncul karena dugaan manipulasi oleh petugas pemilu, menjadi cikal bakal kehadiran lembaga pengawas demokrasi.
Kritik dari politisi, terutama dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), semakin memperkuat argumen untuk meningkatkan kualitas pemilu.
Protes ini menjadi pemicu munculnya upaya penyempurnaan melalui perubahan Undang-Undang (UU) pada tahun 1982.
Pada 1982, terbentuklah Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu (Panwaslak Pemilu) sebagai pengawas pemilu yang tergabung dalam Lembaga Pemilihan Umum (LPU) di bawah Kementerian Dalam Negeri. Namun, perubahan besar terjadi pada era reformasi.
Dengan tuntutan untuk penyelenggara pemilu yang mandiri dan independen, muncullah Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemilu.
Sementara itu, Panwaslak juga mengalami perubahan menjadi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu), menunjukkan langkah-langkah menuju peningkatan fungsi dan independensinya.
Pada tahun 2003, Undang-Undang Nomor 12 membawa perubahan mendasar dengan membentuk lembaga Ad hoc untuk pengawasan pemilu yang terlepas dari struktur KPU.
Namun, perubahan paling signifikan terjadi melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, yang menciptakan lembaga tetap bernama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Dari Ad Hoc Menjadi Lembaga Tetap
Bawaslu lahir sebagai lembaga tetap untuk memperkuat pengawasan pemilu. Meskipun berawal sebagai lembaga Ad hoc, Bawaslu melalui perubahan undang-undang menjadi lembaga tetap dengan kewenangan yang jelas.
Keputusan Mahkamah Konstitusi melalui judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 menegaskan sepenuhnya bahwa kewenangan pengawasan pemilu berada di tangan Bawaslu.
Penguatan ini tidak hanya terjadi pada tingkat nasional tetapi juga di tingkat daerah. Meskipun awalnya kewenangan pembentukan Bawaslu di tingkat daerah berada di bawah KPU, keputusan Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa Bawaslu memiliki wewenang penuh dalam merekrut pengawas pemilu di semua tingkatan.
Kehadirannya yang independen dan berkomitmen menjadikan Bawaslu sebagai salah satu pilar utama dalam membangun sistem demokrasi yang kuat dan dapat dipercaya.