DKPP Dibanjiri Banyak Kasus, Terima 568 Laporan dalam Waktu 10 Bulan

by -107 Views
DKPP Dibanjiri Banyak Kasus, Terima 568 Laporan dalam Waktu 10 Bulan

TEMPO.CO, JakartaKetua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP RI, Heddy Lugito, menyatakan bahwa pihaknya telah menerima 568 aduan terkait dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) hingga Oktober 2024.

“Saya ingin menyampaikan bahwa saat ini DKPP sedang kebanjiran perkara. Selama 10 bulan terakhir, dari Januari hingga Oktober, jumlah perkara yang masuk mencapai 568. Artinya hampir dua perkara masuk setiap hari kerja,” kata Heddy saat membuka sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran KEPP di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Rabu, 23 Oktober 2024.

Dia meminta pengadu untuk memahami situasi tersebut. Menurutnya, DKPP tidak bermaksud memperlambat proses, namun memeriksa laporan sesuai dengan antrean yang diterima.

“Kami tidak bisa memprioritaskan perkara mana yang harus didahulukan, karena setiap perkara menjadi prioritas. Itulah yang terjadi di DKPP,” ujarnya.

Heddy menilai jumlah perkara akan terus meningkat karena proses Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2024 masih berlangsung. DKPP telah mulai menerima aduan terkait berbagai pelanggaran Pilkada Serentak 2024.

“Kemungkinan jumlah perkara akan semakin banyak karena proses pemilihan kepala daerah masih berlangsung. DKPP akan tetap menangani perkara yang berkaitan dengan tahapan Pemilu legislatif dan presiden hingga tahun depan,” kata Heddy.

Pengaduan pada Pilkada 2024 Berpotensi Lebih Banyak dari Pemilu

Sebelumnya, Heddy menyatakan bahwa potensi peningkatan jumlah aduan selama tahapan Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2024 menjadi perhatian pihaknya.

“Hanya tinggal dua bulan hingga Pilkada. Berdasarkan perkiraan saya dan pengalaman sebelumnya, pengaduan terkait pelanggaran etik saat Pilkada jauh lebih banyak daripada saat Pemilu karena hubungan yang dekat antara penyelenggara dan peserta Pilkada,” ujar Heddy ketika dikonfirmasi di Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat, 27 September lalu.

Heddy menyatakan bahwa para peserta Pilkada 2024 sudah memiliki hubungan yang erat dengan anggota KPU maupun Bawaslu.

“Mereka juga pasti memiliki kerabat di tingkat kecamatan, kelurahan, bahkan KPPS, dan hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya pelanggaran etik, administratif, bahkan pidana dalam pemilu,” ucapnya.