Hendarsam Menyampaikan Keputusan Mahkamah Konstitusi Mengenai Syarat Pencalonan yang Berlaku di Pemilihan Kepala Daerah 2029

by -98 Views
Hendarsam Menyampaikan Keputusan Mahkamah Konstitusi Mengenai Syarat Pencalonan yang Berlaku di Pemilihan Kepala Daerah 2029

Jakarta, VIVA – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk mengubah syarat pencalonan Pilkada serentak. Hal itu tertuang dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024.

Ketua Umum Advokat Lingkar Nusantara (Lisan) Hendarsam Marantoko pun buka suara soal putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Ia menyebut bahwa putusan MK itu baru bisa berlaku pada Pilkada 2029.

“Putusan a quo baru bisa berlaku untuk pelaksanaan Pilkada 2029. Hal itu sejalan dengan prinsip putusan MK yang berlaku ke depan atau non-retroaktif,” kata Hendarsam kepada wartawan, Selasa 20 Agustus 2024.

Pun, Hendarsam menuturkan saat ini tahapan Pilkada 2024 sudah berlangsung dan masih menggunakan ketentuan lama sebelum adanya putusan MK. Ia menambahkan, jika putusan MK berlaku untuk Pilkada 2024, maka akan terjadi kegaduhan hukum.

“Manakala putusan MK a quo ditafsirkan berlaku mutatis-mutandis untuk Pilkada 2024, maka akan terjadi ketidakpastian hukum dan kegaduhan hukum,” kata dia.

“Begitu juga beberapa Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang kini berlaku untuk pelaksanan Pilkada 2024, mendasarkan pengaturan pencalonan merujuk pada ketentuan Pasal 40 UU 10/2016,” imbuhnya.

Ia menilai semua tahapan pilkada harus diulang jika putusan MK berlaku untuk Pilkada 2024.

“Jika ditafsirkan bahwa putusan a quo seketika langsung berlaku untuk Pilkada 2024, maka semua tahapan yang telah berlaku dan berakhir harus diulang kembali semua tahapannya,” ucap Hendarsam.

MK sebelumnya sudah memutuskan partai politik yang akan mengusung calon gubernur dan calon wakil gubernur di Pilkada 2024 cukup memperoleh suara sebesar 7,5 persen di DPRD pada Pemilu 2024. Putusan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora tersebut dibacakan majelis hakim MK di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa 20 Agustus 2024.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan Pasal 40 ayat (3) yang termaktub pada UU Pilkada inkonstitusional.

Adapun, Isi Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada yakni, “Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.”

Kemudian MK dalam putusannya mengubah isi pasal 40 ayat (1) UU Pilkada menjadi berbunyi:
Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen di provinsi tersebut.
Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut.
Kemudian huruf c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di provinsi tersebut.

“d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan.

Sementara itu, untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:

Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota tersebut
Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu sampai 500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di kabupaten/kota tersebut
Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota tersebut
Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota tersebut.