Asal-usul Golput yang Terus Berlanjut Hingga H-105 Pilpres 2024

by -231 Views

TEMPO.CO, Jakarta – Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, yang disingkat Pilpres 2024, semakin dekat waktu pelaksanaannya. Tinggal 105 hari lagi coblosan digelar di Indonesia.

Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden, atau capres-cawapres, sudah mendaftarkan diri masing-masing, lengkap dengan barisan pendukungnya. Saling sindir antarbarisan pendukung seringkali terjadi, seperti halnya dalam pemilu sebelumnya.

Namun, selain saling sindir antarbarisan pendukung, fenomena lain yang sering muncul dalam setiap pemilu adalah Golongan Putih atau Golput. Golput adalah mereka yang tidak mendukung capres-cawapres manapun dan bahkan tidak memilih dalam pemilu.

Terdapat banyak faktor yang menyebabkan seseorang menjadi Golput. Mulai dari kekecewaan terhadap pemerintah, kebingungan dalam memilih pasangan capres-cawapres, hingga ketidakpentingan yang dirasakan terhadap pemilu itu sendiri. Namun, yang unik adalah penamaan fenomena ini sebagai Golput.

Dalam tahun 1971, istilah Golput muncul dalam artikel yang berjudul “Partai Kesebelas untuk Generasi Muda” yang ditulis oleh Ketua Ikatan Mahasiswa Kebayoran Imam Walujo Sumali dalam majalah Tempo. Artikel tersebut membahas gagasan tentang partai kesebelas untuk mereka yang tidak ingin memilih partai politik atau Golkar dalam Pemilu 1971.

Gagasan tersebut kemudian direalisasikan dengan memilih mencoblos area putih di antara gambar logo-logo partai politik dan Golkar pada kertas suara. Simbol Golput, yaitu segilima hitam dengan isi berwarna putih tanpa gambar logo partai, kemudian muncul. Inilah asal muasal istilah Golput untuk mereka yang tidak memilih dalam pemilu.

Pemerintah sering kali menyayangkan Golput karena hak suara warga negara tidak dimanfaatkan sepenuhnya. Banyak agenda yang dilakukan pemerintah untuk menekan angka Golput, seperti sosialisasi langsung kepada masyarakat dan konten terkait pemilu di media sosial. Bahkan untuk pemilih muda, terkadang Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyelenggarakan acara KPU Goes To Campus untuk menyosialisasikan pemilu.

Namun, wacana Golput masih tetap eksis dan kemungkinan akan ada dalam Pilpres 2024. Hal ini menunjukkan banyak indikasi, mulai dari kekecewaan masyarakat terhadap sistem pemilu, kurangnya kesadaran politik masyarakat, hingga kurangnya sosialisasi pemerintah terkait agenda pemilu.

M. Roby Septiyan | Andita Rahma
Pilihan editor: Jokowi di Tengah Pusaran 3 Periode, Penundaan Pemilu hingga Calon Boneka