Dewan Pengurus Cabang Federasi Pertambangan dan Energi afiliasi Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DPC FPE KSBSI) Mimika, Papua Tengah, mendampingi 3 orang Karyawan PT Freeport Indonesia mengajukan permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau yang dikenal sebagai UU P2SK ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ketiga karyawan tersebut, Alfonsius Londoran, Nurman, dan Abdul Rahman, merupakan anggota PK FPE KSBSI PT Freeport Indonesia. Dua pasal dalam UU P2SK, yaitu Pasal 161 ayat 2 dan Pasal 164 ayat 2, digugat karena dinilai melanggar konstitusi dan merugikan pekerja buruh. Pasal-pasal tersebut dianggap bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 yang menjamin hak untuk bekerja dengan imbalan yang adil dan layak. Marjan Tusang, Ketua DPC FPE KSBSI Kab. Mimika, mengatakan bahwa aturan baru dalam UU P2SK yang mengatur pembayaran pensiun secara berkala sangat merugikan pekerja buruh.
Berbagai alasan diajukan dalam permohonan uji materiil, termasuk bahwa pembayaran manfaat pensiun tidak boleh dibatasi, program pensiun dimaksud adalah program sukarela, dan Pasal 161 ayat (2) dan Pasal 164 ayat (2) UU P2SK bisa merugikan janda/duda, anak, atau ahli waris pekerja. Karyawan PT Freeport Indonesia berharap agar aturan terkait pensiun dikembalikan seperti semula, di mana tidak ada pembatasan dalam pengambilan dana pensiun. Permohonan ini bertujuan untuk membatalkan pasal-pasal yang membatasi pengambilan dana pensiun tersebut. Dengan demikian, diharapkan Mahkamah Konstitusi dapat mengabulkan permohonan tersebut dan mengembalikan keharmonisan dalam program pensiun PT Freeport Indonesia.
Ketua PK FPE KSBSI PT Freeport Indonesia, Makmeser Kafiar, menjelaskan bahwa permohonan gugatan ini dilakukan karena kekecewaan karyawan atas disahkannya UU P2SK yang dianggap merugikan mereka. Sebelumnya, PT Freeport telah memiliki program pensiun yang dianggap lebih baik bagi karyawan. Namun, dengan berlakunya UU P2SK baru, aturan-aturan terkait pensiun mulai membatasi kebebasan karyawan untuk memilih skema pembayaran. Oleh karena itu, gugatan ini diajukan sebagai upaya untuk menyelesaikan masalah yang muncul akibat keberlakuan aturan baru. Para karyawan berharap agar MK dapat memberikan keputusan yang menguntungkan mereka dan membatalkan pembatasan dalam aturan pensiun yang disahkan.