TEMPO.CO, Jakarta – Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) untuk membahas landasan hukum terkait kotak kosong jika menang di pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024.
Hasilnya, DPR dan KPU menyepakati bahwa apabila kotak kosong menang dalam Pilkada 2024, maka daerah tersebut akan kembali menggelar pilkada pada 2025.
RDP pada Selasa, 10 September 2024 itu dihadiri juga oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI.
“Daerah dengan pilkada hanya terdiri dari satu pasangan calon dan tidak mendapatkan suara lebih dari 50 persen, kami menyetujui pilkada diselenggarakan kembali pada tahun berikutnya yakni 2025, sebagaimana diatur dalam Pasal 54D Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada,” kata Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta.
Selanjutnya, RDP memutuskan Komisi II DPR RI akan membahas lebih lanjut bersama KPU RI, Kemendagri, Bawaslu RI, dan DKPP RI mengenai Peraturan KPU (PKPU) yang mengatur tentang penyelenggaraan pilkada dengan satu pasangan calon pada rapat kerja dan RDP yang akan datang.
“Nanti kita lanjutkan tanggal 27 September untuk draf PKPU-nya,” kata Doli sebelum menutup RDP tersebut.
Sebelumnya, KPU mencatat ada 41 daerah yang memiliki kotak kosong atau hanya memiliki satu pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah atau calon tunggal pada Pilkada 2024 berdasarkan data per Rabu, 4 September 2024 pukul 23.59 WIB. Adapun 41 daerah itu terdiri atas satu provinsi, 35 kabupaten dan lima kota.
Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin sebelumnya menilai, semangat Pilkada 2024 tidak terwakili apabila suatu daerah dimenangkan oleh kotak kosong.
“Pilkada ini memilih kepala daerah, kalau kotak kosong yang menang maka pada saatnya kepala daerahnya bukan yang dipilih di Pilkada, karena yang mengisi penjabat dan lain-lain,” ujar Afif di Kantor KPU RI, Jakarta, Senin, 9 September 2024.
“Tentu semangat pilkadanya jadi tidak terwakili di situ,” sambungnya.
Dia juga menjelaskan berdasarkan aturan saat ini apabila kotak kosong yang menang maka Pj Gubernur akan ditunjuk untuk menjabat sekitar lima tahun karena harus menunggu Pilkada serentak selanjutnya. Namun, menurutnya, hal itu terlalu lama.
Oleh karena itu, Afif mengungkapkan ada aspirasi untuk mengubahnya menjadi dapat dilakukan pemilihan di tahun depannya tanpa perlu menunggu lima tahun.
“Kalau sampai lima tahun kan tentu lama sekali, nah tentu ada upaya-upaya pemikiran kita yang ini kita harus komunikasikan. Jika memungkinkan dan ideal bisa enggak di setahun setelah tahapan Pilkada selesai, kita rencanakan untuk tahun depannya Pilkada lagi. Tentu akan kita bahas itu besok (Selasa, 10 September 2024),” kata Afif.
Pilihan Editor: Beda Respons Gibran dan Jokowi soal Dugaan Gratifikasi Jet Pribadi Kaesang