TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Eksekutif Algoritma Research and Consulting Aditya Perdana mengatakan banyaknya calon tunggal pada pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024 karena biaya untuk menjadi kepala daerah tinggi. Bahkan, kata dia, untuk tingkat kota/kabupaten biayanya ada yang tembus Rp1 triliun.
Pada Pilkada tahun 2020 ada yang menghabiskan cost (biaya) politik hingga Rp1 triliun, dan itu masih di tingkat kota/kabupaten,” kata Aditya ketika menjadi narasumber pada diskusi daring yang dipantau di Jakarta pada Kamis, 5 September 2024.
Dia menyebutkan banyaknya calon tunggal pada Pilkada 2024 memang sudah dapat diprediksi. Apalagi, sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah.
Aditya mengatakan, sebelum adanya putusan MK, diprediksi calon tunggal bisa mencapai 150 daerah, tetapi hal itu tidak terjadi dan ini menjadi sebuah keniscayaan bagi demokrasi Indonesia.
Dia menjelaskan maraknya calon tunggal ini disebabkan oleh sejumlah faktor. Namun yang paling utama adalah biaya politik tinggi, sehingga ketika ada calon petahana maka banyak yang tidak berani melawannya.
Pilihan kotak kosong lebih cenderung di daerah yang petahana kuat dan dominan, sangat berpotensi, sehingga tidak ada lawan yang berani. Kenapa tidak berani, karena biaya politik yang relatif tinggi,” tuturnya.
Pengajar Ilmu Politik Universitas Indonesia ini mengatakan biaya yang tinggi itu membuat bakal calon kepala daerah ragu untuk ikut bersaing dalam kontestasi politik lima tahunan itu.
Jadi artinya, ketika cost tinggi, maka banyak calon ragu untuk mencalonkan diri, terutama menyangkut peluang yang belum tentu didapat, sehingga partai politik akan merapat ke calon yang mempunyai peluang menang besar. Hanya sebatas peluang menang atau tidak,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Divisi Teknis Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Idham Holik mengatakan terdapat dua daerah yang kini memiliki dua pasangan calon setelah masa perpanjangan pendaftaran calon kepala daerah Pilkada 2024 berakhir.