Alasan CONSID Meminta KPU Tidak Menghapus Sanksi Diskualifikasi Terkait Pelaporan Dana Kampanye

by -71 Views

TEMPO.CO, Jakarta – Inisiatif Demokrasi Konstitusional (CONSID) ikut merespons rencana Komisi Pemilihan Umum atau KPU untuk menghapus sanksi diskualifikasi bagi pasangan calon (paslon) dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) yang tidak menyampaikan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK). CONSID meminta KPU untuk tidak menghapus sanksi tersebut.

“Sebaliknya, KPU seharusnya mengembangkan peraturan dana kampanye agar kualitas informasi yang disajikan oleh paslon lebih transparan, akuntabel, komprehensif, mudah diakses, dan lebih bermanfaat bagi publik,” ujar Ketua CONSID Kholil Pasaribu dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa, 6 Agustus 2024.

Menurutnya, rancangan Peraturan KPU tentang Dana Kampanye Peserta Pilkada 2024 yang menghapus sanksi diskualifikasi bagi paslon yang tidak melaporkan LPPDK merupakan langkah mundur dalam penyelenggaraan pilkada yang bersih dari dana politik kotor.

“Pembatalan tersebut bertentangan dengan norma hukum, karena sanksi tersebut dianggap melebihi batas kewenangan yang ada dalam undang-undang,” ujarnya.

Sebagai gantinya, KPU mengusulkan sanksi bagi paslon yang tidak melaporkan LPPDK yaitu tidak boleh mengikuti kampanye dan tidak ditetapkan sebagai paslon terpilih sampai LPPDK disampaikan.

Kholil menilai bahwa KPU tidak konsisten dalam pandangan dan sikap hukum yang diambil. Walaupun Pasal 75 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada tidak mengatur sanksi bagi paslon yang tidak menyerahkan LPPDK, seharusnya tidak ada sanksi yang diberikan. Namun, KPU tetap mengatur sanksi, yang dinilai tidak maksimal dan jauh dari prinsip transparansi dan akuntabilitas.

CONSID juga menilai bahwa penghapusan sanksi diskualifikasi seolah memberikan celah bagi paslon untuk melakukan korupsi dan mengalirkan dana ilegal. Lembaga ini juga menilai bahwa KPU terlalu ramah dan terlalu mengakomodasi keinginan peserta pilkada.

“Penghapusan tersebut semakin memperkuat persepsi masyarakat bahwa lembaga ini tidak mandiri dalam membuat regulasi dan menjalankan tahapan pilkada, tidak konsisten, serta minim komitmen pada pilkada bersih dan antikorupsi,” ujar Kholil.