Ketua Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu RI, Rahmat Bagja, mengatakan situasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2024 akan lebih rawan daripada kondisi pemilu presiden atau pemilu anggota legislatif lalu.
“Lebih rawan, tren di Pilkada lebih rawan, sebab hampir semua tempat kerusuhan itu di Pilkada, di pemilu ada satu atau dua kasus tapi di Pilkada banyak,” kata Bagja saat Rapat Koordinasi Kesiapan Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024 Wilayah Bali dan Nusa Tenggara di Kabupaten Badung, Bali pada Selasa, 30 Juli 2024.
Menurut dia, kondisi ini terjadi karena pemilih dan peserta atau calon kepala daerah memiliki kedekatan yang lebih, bahkan diwarnai unsur kekeluargaan dalam kompetisi.
Bawaslu kemudian memetakan tingkat kerawanan dalam setiap pemilihan ke dalam indeks kerawanan pemilu (IKP) yang dibagi dalam empat dimensi. Dari empat dimensi tersebut, menurut Bagja, yang akan meningkat adalah dimensi kontestasi dan sosial politik.
“Empat dimensi yang kami petakan konteks sosial politik, penyelenggara pemilu, kontestasi, dan partisipasi, di mana dimensi kontestasi pasti terjadi permasalahan, pasti konteks sosial politik juga meningkat saat Pilkada,” ujarnya.
Karena itu, kata dia, hal penting seperti anggaran harus tersedia saat tahapan pencalonan, karena situasi rawan mulai muncul saat itu.
“Sudah diingatkan saat pencalonan kenapa harus anggaran itu ada, karena saat itu ada pengerahan massa, teman-teman yang mengawasi harus ada anggarannya,” kata dia.
Di wilayah Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, Bawaslu mencatat status kerawanan saat Pemilu 2024 adalah rawan sedang. Bagja menyebutkan, di Bali, masih terdapat beberapa wilayah rawan pada Pemilu 2024, meski tak lebih banyak dari NTT dan NTB. Pada Pilkada Serentak 2024, dia meyakini pengawas harus lebih mewaspadainya.
“Tidak mungkin tidak ada kejadian karena kabupaten/kota yang paling kita harus waspadai, bukan (pemilihan) gubernur. Pemilihan gubernur relatif aman,” ujarnya.
Menurut dia, meski saat Pemilu 2024 status Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur rawan sedang, tidak menutup kemungkinan indeks kerawanan Pilkada berubah.
“Biasanya belajar dari Pilkada sebelumnya, ada kerusuhan Pilkada sebelumnya pasti indeksnya tinggi. Misalnya Makassar pasti tinggi karena pernah ada kerusuhan Pilkada sebelumnya, itu menjadi parameter,” tutur Bagja.
Pilihan editor: Alasan Jazilul Fawaid Sebut Gus Yahya dan Gus Ipul Sering Ganggu PKB.