Perludem: Sistem Noken dalam Pemilu Perlu Diperbaiki, Berikut Penjelasannya

by -192 Views

TEMPO.CO, Jakarta – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem menyatakan sistem noken atau keputusan pemilihan dipercayakan kepada ketua atau pemimpin suku dalam pemilu, yang terutama dilakukan di beberapa wilayah Papua, perlu diubah ke pelibatan partisipasi publik secara aktif.

Peneliti Perludem Ihsan Maulana mengatakan wilayah di Papua yang menggunakan sistem noken mencatatkan gugatan terbanyak perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK), khususnya daerah-daerah di Provinsi Papua Tengah.

“Warga di sana harus diedukasi guna memberikan suaranya secara langsung sebagai bagian dari haknya sebagai warga negara, tidak lagi diwakilkan kepada kepala suku atau yang lainnya,” ujar Ihsan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu, 27 Maret 2024.

Dia mengatakan, jika tidak dibenahi, kondisi demikian akan terus berulang. Apabila sistem noken ingin dipertahankan, ujar dia, pelaksanaannya harus secara transparan, akuntabel, dan membuka ruang keterlibatan publik secara luas.

Hampir 10 Persen PHPU di MK Terjadi di Papua Tengah

Perludem mencatat, dari 277 sengketa Pemilu 2024 yang masuk ke MK, hampir 10 persen terjadi di Papua Tengah atau 21 PHPU. Menurut Ihsan, tingginya angka tersebut menggambarkan kurangnya persiapan penyelenggara pemilu di Papua Tengah.

Ihsan menyebutkan hanya dua kabupaten di Papua Tengah yang melaksanakan pemilu secara langsung. Selebihnya enam kabupaten masih menggunakan sistem noken, yakni Kabupaten Puncak Jaya, Puncak, Paniai, Intan Jaya, Deiyai, dan Dogiyai.

Selain itu, terjadi kekerasan horizontal di Papua Tengah saat pelaksanaan Pemilu 2024 yang mengakibatkan jatuhnya puluhan korban jiwa, yakni terjadi saling serang dengan panah dan senjata tajam lainnya demi perebutan suara kelompok masyarakat tertentu.

“Faktanya bukan hanya banyak sengketa, tetapi juga terjadi pertikaian hingga mengakibatkan jatuh korban,” tuturnya.