Kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, untuk memberlakukan tarif timbal balik sebesar 32% terhadap Indonesia telah menimbulkan kontroversi. Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) DPR berharap agar pemerintah Indonesia dapat melihat peluang di balik kebijakan Trump yang telah menyebabkan kehebohan di dunia internasional. Menurut Kapoksi Fraksi PDIP Komisi XI DPR RI, Harris Turino, pemerintah perlu memberikan perlindungan kepada perusahaan dalam negeri untuk mencegah terjadinya PHK massal akibat kebijakan tersebut.
Harris menyatakan bahwa kebijakan ini berpotensi mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia yang selama ini memiliki surplus sebesar 18 miliar dolar AS per tahun. Namun, Harris juga menekankan pentingnya untuk tidak terburu-buru dalam mengambil kesimpulan mengenai dampak mata uang Rupiah terhadap dolar AS seiring dengan diberlakukannya tarif tersebut. Harris mendorong pemerintah Indonesia untuk segera merumuskan kebijakan politik yang tepat, terutama dalam bidang ekonomi dan perdagangan, serta mengambil langkah-langkah strategis yang tepat.
Dalam jangka pendek, menurut Harris, pemerintah perlu melakukan pemetaan data yang lebih akurat dan membentuk tim negosiasi yang memahami isu ini secara mendalam serta memiliki kapasitas untuk merumuskan strategi yang menguntungkan bagi Indonesia. Harris menjelaskan bahwa tarif sebesar 64% yang dikenakan terhadap produk Amerika yang masuk ke Indonesia merupakan batas tertinggi untuk barang impor dari Amerika, dan bukan semua produk Amerika dikenai tarif sebesar 64%.
Harris juga menegaskan perlunya transparansi pemerintah dalam menjelaskan kebijakan tersebut kepada publik untuk mencegah kepanikan berlebihan di pasar uang dan pasar modal. Dia menganggap kebijakan yang dikeluarkan Trump lebih sebagai alat negosiasi untuk menyeimbangkan neraca perdagangan AS, bukan keputusan yang permanen. Harris juga menyerukan agar pemerintah memberikan perlindungan terhadap perusahaan yang terdampak langsung oleh kebijakan Trump, dan menggunakan instrumen fiskal untuk mengurangi risiko kebangkrutan dan potensi PHK massal akibat lonjakan tarif.