Pemilihan kepala daerah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) diusulkan kembali setelah 19 tahun dilakukan secara langsung. Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa biaya untuk pemilihan kepala daerah selama ini terlalu mahal. Pada perayaan ulang tahun Partai Golkar, Prabowo mengatakan bahwa sistem pilkada saat ini memakan biaya yang besar, dan menyebut bahwa pemilihan lewat DPRD dapat menghemat triliunan rupiah yang bisa dialihkan untuk kepentingan yang lebih mendesak. Hal ini juga dianggap lebih efisien karena mempermudah transisi kepemimpinan. Sebelum era Reformasi, kepala daerah dipilih oleh DPRD, namun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengubahnya menjadi pemilihan langsung oleh rakyat pada tahun 2005.
Pemilihan kepala daerah secara langsung pertama kali digelar di 213 daerah, termasuk 7 provinsi, 174 kabupaten, dan 32 kota dengan pemungutan suara berlangsung dari Juni hingga Desember. Beberapa provinsi pertama yang menggelar pilkada langsung antara lain Bengkulu, Kepulauan Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, dan Sumatera Barat. Setiap provinsi memiliki cerita dan dinamika tersendiri dalam proses pemilihan kepala daerah pada tahun 2005. Misalnya, kisah Pilgub Kalimantan Tengah yang dimenangkan oleh pasangan Agustin Teras Narang-Achmad Diran dengan dukungan suara tertinggi, serta Pilgub Kalimantan Selatan yang dimenangkan oleh Rudy Ariffin-Rosehan Noor Bahri. Sejarah pilkada di tujuh provinsi ini mencerminkan proses demokrasi yang berkembang di Indonesia dan menggambarkan keunikan setiap daerah dalam menggelar pemilihan kepala daerah secara langsung.