Sektor otomotif di Cina mungkin dikritik karena memiliki terlalu banyak merek mobil yang melayani pasar yang tidak cukup, namun tren yang serupa juga terjadi di AS. Pada satu dekade yang lalu, Tesla belum sepenuhnya mendominasi pasar mobil listrik. Banyak yang meragukan kemampuan Model 3 dan model di atasnya. Meskipun begitu, para investor, insinyur otomotif, dan penggemar sains berusaha untuk menciptakan mobil listrik revolusioner. Hal tersebut menghasilkan beberapa proyek menarik seperti Coda, SF Motors, dan Fisker, namun juga menghadirkan kegagalan, salah satunya adalah Byton.
Byton, perusahaan rintisan asal Cina dengan kantor pusat di Amerika, memiliki potensi besar untuk meramaikan pasar mobil listrik. Namun, perusahaan tersebut gagal sebelum mobil produksinya, M-Byte, dapat masuk ke pasar. Konsep sedan K-Byte Byton masih dapat dilihat di beberapa tempat, meskipun kondisinya kurang terawat dan tidak pernah beroperasi sebagai prototipe yang berfungsi.
Kehancuran Byton meninggalkan banyak pertanyaan terkait masa depan mobil listrik, seperti apakah pencapaian Byton bisa membuka jalan bagi produsen mobil Cina lainnya di AS atau apakah Tesla akan tetap mendominasi pasar EV. Kehadiran K-Byte dan M-Byte dari Byton menunjukkan tren layar lebar di mobil menjadi hal yang lumrah, bahkan di produsen mobil saat ini. Namun, kegagalan Byton juga menunjukkan bahwa bukan hanya inovasi teknologi yang penting, tetapi juga faktor-faktor lain seperti kebijakan perdagangan internasional.
Seiring dengan pertumbuhan industri mobil listrik, cerita Byton menjadi sebuah pelajaran berharga. Meskipun masa depannya tidak terlalu cerah, upaya mereka tetap berkontribusi pada perkembangan teknologi mobil listrik saat ini.