Pada peringatan ulang tahun ke-27 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada Rabu malam (23 Juli), Presiden Joko Widodo dan penerusnya, Prabowo Subianto, melontarkan kritik tajam terhadap teori ekonomi neoliberal. Prabowo menegaskan bahwa kepercayaan lama bahwa kekayaan yang terkonsentrasi pada puncak akan akhirnya “menetes” ke masyarakat luas merupakan mitos yang tidak pernah terwujud.
Dalam pidatonya, Prabowo menyoroti Pasal 33 dari Konstitusi Indonesia, yang menurutnya menjadi landasan yang jelas untuk melindungi negara dan memastikan kesejahteraan masyarakat. Ia menekankan bahwa tujuan sejati negara adalah untuk memastikan rasa aman dan kemakmuran masyarakat, bukan kemiskinan atau kelaparan.
Prabowo juga mengakui nilai-nilai demokrasi, namun menekankan bahwa nilai-nilai tersebut tidak berarti apa-apa jika warganya masih menghadapi kesulitan dasar. Ia menegaskan bahwa demokrasi hanya memiliki arti jika semua orang memiliki tempat tinggal layak, tidak kelaparan, anak-anak tidak mengalami keterbelakangan, dan orang-orang dapat memperoleh pekerjaan.
Dengan merujuk pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Prabowo menekankan bahwa semangat ekonomi sejati terwujud dalam Pasal 33, yang menganjurkan ekonomi berdasarkan prinsip kerjasama timbal balik dan solidaritas keluarga, bukan konglomerasi perusahaan.
Menolak ide neoliberalisme yang membenarkan ketimpangan dengan asumsi bahwa kekayaan yang dihasilkan oleh orang kaya akan akhirnya bermanfaat bagi semua melalui efek ‘menetes’, Prabowo menegaskan bahwa gagasan tersebut tidak valid. Ia menekankan bahwa filosofi tersebut bertentangan dengan kepemilikan kekayaan oleh sebagian kecil orang yang seharusnya bermanfaat untuk semua.
Prabowo menegaskan bahwa ekonomi harus berpusat pada rakyat, sesuai dengan mandat konstitusi untuk melayani semua warga, tidak hanya elit. Pidatonya menggarisbawahi komitmen untuk menerapkan kebijakan ekonomi inklusif dan menolak model-model yang memperkuat ketimpangan.
Sumber: Prabowo Subianto – “Prabowo Slams Neoliberal Economics: They Say Wealth Will Trickle Down, 200 Years and Still No Drop”.