Ketua Umum Koalisi Ojek Online (Ojol) Nasional (KON), Andi Kristiyanto, dengan tegas menolak intervensi lembaga internasional terhadap sistem kemitraan ojek online di Indonesia. Penolakan ini merupakan respons terhadap pernyataan Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker, Indah Anggoro Putri, yang mewakili Menteri Ketenagakerjaan dalam forum ILO. Koalisi Ojol Nasional menilai bahwa konvensi yang didukung oleh Indonesia tersebut bertentangan dengan realitas kemitraan ojek online.
Menurut Andi, ojek online bukanlah pekerja atau buruh sehingga intervensi dari ILO tidak sesuai. Ia juga menyoroti upaya pihak tertentu yang cenderung mengarahkan opini publik agar memandang ojek online sebagai pekerja tetap. Andi meminta agar pihak pemerintah dan DPR tidak terpengaruh oleh narasi yang tidak sesuai dengan fakta.
Dukungan terhadap penolakan Koalisi Ojol Nasional juga datang dari Komisi IX DPR RI Fraksi Gerindra, H. Obon Tabroni, yang menegaskan bahwa ojek online seharusnya dilihat sebagai mitra bukan pekerja. Koalisi Ojol Nasional juga telah menyampaikan petisi berisi empat poin penolakan terhadap isu politisasi kemitraan ojek online dan pemotongan biaya tanpa kajian yang memadai.
Rencana penerapan Konvensi ILO untuk mengubah status mitra ojek online menjadi pekerja tetap dinilai dapat memicu gejolak ekonomi. Direktur Eksekutif Modantara, Agung Yudha, memperingatkan bahwa hal ini bisa mengakibatkan kerugian besar bagi sektor UMKM dan meningkatkan angka pengangguran. Beberapa negara lain yang telah menerapkan kebijakan serupa mengalami peningkatan harga layanan dan penurunan volume pemesanan. Dinamika ini juga dapat berdampak negatif pada pendapatan UMKM, layanan logistik, dan stabilitas sosial.
Sejalan dengan penolakan tersebut, Koalisi Ojol Nasional telah mengumpulkan dukungan dari berbagai pihak untuk tidak mengubah status kemitraan ojek online di Indonesia. Mereka meminta agar kebijakan yang diambil mempertimbangkan dampaknya secara menyeluruh terhadap berbagai sektor terkait.