Dunia kripto awalnya dikenal sebagai gerakan akar rumput yang berlandaskan prinsip transparansi dan keterbukaan. Teknologi seperti Bitcoin diciptakan dengan tujuan agar siapa pun dapat melihat, memeriksa, dan berkontribusi pada kode programnya. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi kripto, muncul tantangan dari sisi open source. Banyak proyek baru, seperti platform smart contract dan aplikasi keuangan terdesentralisasi (DeFi), mengalami masalah ketika kode mereka disalin oleh pihak lain untuk kepentingan bisnis semata.
Contohnya, banyak versi tiruan dari Uniswap dan Ethereum yang lebih memprioritaskan kecepatan dan biaya murah namun kurang menjaga prinsip desentralisasi. Sebagai upaya melindungi desain dan menghindari penyalahgunaan, beberapa tim pengembang mulai menutup akses ke kode sumber mereka (closed source). Namun, pendekatan tertutup ini menuai kritik karena dianggap bertentangan dengan semangat kripto yang awalnya mengedepankan keterbukaan dan transparansi.
Meskipun ada yang berpendapat bahwa keamanan melalui kerahasiaan bisa mengurangi risiko diserang, namun hal ini justru bisa merugikan dalam jangka panjang. Dunia kripto seharusnya tetap menjunjung tinggi nilai-nilai seperti keterbukaan, transparansi, dan kontrol dari komunitas. Pendekatan tertutup ini justru bisa membuat sistem kripto menjadi mirip dengan institusi keuangan tradisional yang selama ini ingin mereka lawan. Semangat awal dunia kripto yang diperjuangkan oleh para “cypherpunk” dan penggemar kebebasan digital seharusnya tetap dijaga agar tidak berubah menjadi hanya milik segelintir orang saja.