Isu penangkapan lima mahasiswa peserta aksi unjuk rasa menolak Revisi Undang-Undang (RUU) TNI oleh Polsek Cakung, Jakarta Timur, mendadak viral di media sosial. Kabar yang beredar itu menyebutkan bahwa mahasiswa yang ditangkap dimintai tebusan sebesar Rp 12 juta agar bisa dibebaskan. Informasi ini pertama kali dibagikan oleh akun @adityasetion_, yang kemudian menyebar luas dan memicu reaksi dari warganet. Tak berselang lama, akun yang sama juga mengungkap identitas salah satu dari lima mahasiswa yang diduga ditahan, yakni Muhammad Nabil Rafiudin (21), mahasiswa Universitas Moestopo. Pada Jumat sore, akun itu kembali memberikan pembaruan terkait kondisi Nabil, menyatakan bahwa mahasiswa tersebut telah dibebaskan dan dijemput oleh pihak keluarga.
Menurut Kapolres Jakarta Timur, Kombes Nicolas Ary Lilipaly, pihak kepolisian tidak pernah menangkap lima mahasiswa peserta aksi unjuk rasa menolak RUU TNI, termasuk Muhammad Nabil Rafiudin. Nicolas juga membantah adanya permintaan uang tebusan sebesar Rp 12 juta seperti yang beredar di media sosial, menyatakan bahwa kabar tersebut merupakan hoaks.
Meskipun demikian, Nicolas mengakui bahwa Polsek Cakung sebelumnya melakukan penangkapan terhadap empat orang tidak terkait dengan aksi unjuk rasa RUU TNI, melainkan aksi tawuran di wilayah Cakung pada 16 Februari 2025. Hingga saat ini, pihak keluarga Muhammad Nabil Rafiudin dan mahasiswa lain yang diduga ditangkap belum memberikan pernyataan resmi mengenai kejadian tersebut, begitu pula dengan pihak kampus Universitas Moestopo. Masyarakat diimbau untuk lebih berhati-hati dalam menerima dan menyebarkan informasi, serta selalu memeriksa kebenaran sebelum membagikannya di media sosial.
Kabar penangkapan lima mahasiswa demo RUU TNI dan permintaan tebusan Rp 12 juta telah dinyatakan sebagai hoaks oleh polisi. Tidak ada penangkapan mahasiswa terkait aksi unjuk rasa tersebut, dan informasi tersebut hanya menambah kebingungan di tengah masyarakat. Demikianlah berita terkini mengenai isu penangkapan mahasiswa demo RUU TNI di Jakarta Timur, di mana polisi mengajak semua pihak untuk memeriksa kebenaran informasi sebelum menyebarkannya.