Partisipasi pemilih pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 mengalami penurunan signifikan dibandingkan periode sebelumnya. Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, mengidentifikasi beberapa faktor utama yang menyebabkan penurunan ini, antara lain kejenuhan masyarakat terhadap agenda politik yang padat, biaya pencalonan yang tinggi, dan kurangnya sosialisasi yang menyentuh generasi muda. Tingginya biaya pencalonan membuat banyak figur potensial sulit berpartisipasi, sementara kurangnya pendekatan efektif terhadap pemilih muda, terutama generasi Z, juga menjadi perhatian utama.
Partisipasi pemilih di DKI Jakarta tercatat sebagai salah satu yang terendah di Indonesia, dengan angka partisipasi pada Pilkada Jakarta 2024 hanya mencapai 58 persen. Hal ini dikhawatirkan sebagai ancaman serius bagi demokrasi oleh Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD DKI Jakarta, Ali Muhammad Johan. Di tingkat nasional, rata-rata partisipasi pemilih dalam Pilkada 2024 mencapai 68 persen, meski terjadi penurunan dibandingkan dengan pemilu sebelumnya.
Menyikapi penurunan partisipasi ini, berbagai pihak sepakat bahwa evaluasi mendalam terhadap sistem Pilkada 2024 serentak harus segera dilakukan. Sejumlah saran termasuk mempertimbangkan pemisahan tahun pelaksanaan pemilu legislatif dan Pilkada, serta memberikan kesempatan lebih besar bagi calon kepala daerah potensial untuk bersaing tanpa terbebani biaya tinggi. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan antusiasme masyarakat dan merawat demokrasi serta kunci partisipasi masyarakat dalam keberhasilan pemilu.