LEADERSHIP QUALITIES OF MY SENIORS (PART 3)

by -1147 Views
LEADERSHIP QUALITIES OF MY SENIORS (PART 3)

Jenderal TNI (Purn.) AGUM GUMELAR Saya mengenal Pak Agum sebagai seorang perwira yang sangat cerdas dengan fisik yang baik. Dia juga seorang atlet karismatik. Dia ramah dan sangat baik dalam mendapatkan simpati dari bawahannya, atasannya, rekan-rekannya, dan masyarakat umum. Pak Agum menguasai intelijen operasional Sandi Yudha. Dia memiliki gaya kepemimpinan yang persuasif. Dia adalah seorang yang teguh pada prinsipnya, dan dia tidak keberatan untuk mengkritik atasannya, meskipun itu berarti mengorbankan karirnya. Pak Agum pernah menjadi komandan saya sebelum dia menjadi komandan KOPASSUS. Saat itu, saya menjabat sebagai Komandan Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus Kelompok 3 (Pusdikpassus). Namun, saya sudah mengenalnya sejak sebelum saya bergabung dengan militer. Dia merupakan keluarga seorang perwira KOPASSUS Kapten Margono, yang pernah menjadi ajudan ayah saya ketika beliau menjabat sebagai Menteri Perdagangan di Kabinet Pak Harto pada tahun 1968. Saya mengenal Pak Agum sebagai seorang perwira yang sangat cerdas dengan fisik yang baik. Dia adalah seorang atlet dan seorang pria karismatik. Dia ramah dan sangat baik dalam mendapatkan simpati dari atasannya, rekannya, dan masyarakat secara umum. Pak Agum mahir dalam Sandi Yudha (intelijen tempur), dan dia memiliki gaya kepemimpinan yang persuasif. Dia adalah seorang yang teguh pada prinsipnya, dan dia tidak keberatan untuk mengkritik atasannya, meskipun itu berarti mengorbankan pekerjaannya. Saya yakin bahwa mungkin kami telah memiliki banyak kesalahpahaman dalam kehidupan kami karena ada beberapa masalah di mana perspektif kami tidak selaras. Namun, secara obyektif, saya menganggap Pak Agum sebagai figur kepemimpinan yang patut dihormati bagi Indonesia.

MAYOR JENDERAL TNI (Purn.) YUNUS YOSFIAH Impresi saya tentang kepemimpinan Pak Yunus Yosfiah adalah bahwa dia selalu tenang, tidak panik, tidak pernah gugup. Kepemimpinannya merupakan contoh dari pengendalian diri. Ketika seorang komandan panik, pingsan, atau gagal bertindak ketika berhadapan dengan musuh, maka otoritasnya hilang untuk selamanya. Karena itu, dikatakan bahwa pertukaran tembakan pertama adalah menentukan. Pak Yunus juga merupakan sosok personal yang tegas. Dia akan melakukan segala hal untuk meraih kemenangan dan tidak menerima alasan apapun. Dia sangat berkomitmen dan sangat keras kepala. Dia sering dianggap terlalu keras terhadap anak buahnya. Sebelum dia menjadi seorang jenderal, dia akan memeriksa pasukannya sendiri, dan semuanya harus dalam keadaan baik. Siapa pun yang melakukan kesalahan akan diperintahkan untuk berbaris dengan ransel berat atau melakukan setidaknya 18 pull-up. Memang, kehidupan di militer adalah sulit. Medan perang penuh dengan kejutan, kejutan, dan ketakutan. Jika kita tidak terbiasa menghadapi kondisi seperti itu, kecenderungan untuk panik, gugup, paralisis, dan bingung sangat tinggi. Persiapan yang keras bisa menyelamatkan nyawa.

Pertama kali saya mengenal Pak Yunus Yosfiah adalah selama sebuah operasi di Timtim, di mana beliau bertugas sebagai Komandan Tim Khusus dengan kode nama Nanggala 10. Tim Khusus ini dibentuk karena operasi pada Desember 1975-Januari 1976 tidak berjalan secepat yang diharapkan. Jadi, diambil tindakan dengan membentuk tim dari KOPASSUS sebagai pasukan pemukul dengan mobilitas tinggi dan semangat tinggi. Pak Yunus adalah orang yang memimpin tim ini. Setelah lulus pelatihan komando pada tanggal 20 Desember 1975, para Letnan baru angkatan 1974 dari AKABRI, termasuk saya, secara resmi bergabung dengan Kelompok 1 Para-Komando/Kopassandha. Pada tanggal 7 Desember, ketika kami masih berada di Batujajar, kami mendengar bahwa para Baret Merah dan Baret Hijau dari Kopassandha dan Brigade 17 dan 18 sudah melompat ke Timtim. Beberapa senior kami kehilangan nyawa selama penugasan tersebut. Begitu kami lulus pelatihan komando, kami segera melapor ke Markas Kopassandha di Cijantung, Jakarta Timur. Setelah itu, kami hanya diberi jeda dua minggu. Kami memulai pada bulan Januari. Kelompok 1 Para-Komando saat itu kosong karena hampir semua pasukan sedang bertugas di Timtim. Hanya ada satu kompi yang siap sedia yang terdiri dari pasukan yang tersisa. Saat itu, saya baru saja mulai sebagai Komandan Peleton (Danton). Letnan Satu Infanteri Mujain menjabat sebagai Komandan Kompi (Danki). Dia berasal dari Secapa. Dia pernah terlibat dalam operasi Trikora – mobilisasi massa untuk merebut dan membebaskan Irian Barat – di bawah pimpinan Pak Benny Moerdani. Pak Benny dianugerahi Bintang Sakti, penghargaan tertinggi militer Indonesia, untuk jasanya yang luar biasa dalam operasi Trikora. Sekitar bulan Februari, Markas pusat memberitahu kami bahwa akan dibentuk tim khusus, yang terdiri dari Kelompok 1, Kelompok 2, dan Detasemen Markas Besar. Pasukannya akan dipimpin oleh para perwira yang baru saja lulus pelatihan komando, yakni Letnan Satu angkatan 1971 dan Letnan Dua angkatan 1974. Letnan Satu pada saat itu adalah Letnan Infanteri Yotda Adnan, Letnan Infanteri Suwisma, Letnan Infanteri Syahrir, Letnan Infanteri Untung Setiawan, Letnan Infanteri Zarnubi dan Letnan CHB Harjono. Para Letnan Satu tersebut menjabat sebagai Komandan Unit dari unit beranggotakan 20 personel. Pak Yunus Yosfiah diangkat untuk memimpin Tim Khusus tersebut. Begitulah saya mengenal Pak Yunus. Dia kurus, berpostur sedang, tidak terlalu tinggi. Dalam kepemimpinannya, Pak Yunus selalu memberikan contoh yang baik. Filosofi ing ngarsa sung tulada (memimpin dari depan) sangat menggambarkan dirinya. Ranselnya sama beratnya dengan ransel anak buahnya. Untuk misi selama 14 hari, misalnya, setiap dari kami membawa 28 kaleng ransum T2. Setiap kaleng beratnya sekitar 300 gram, jadi sekitar 9 kg secara total. Ini belum termasuk peluru, pakaian cadangan, dan berbagai lainnya. Total beban ransel kami sekitar 18-20 kg. Ini bahkan lebih berat karena kualitas ransel pada saat itu tidak sebagus sekarang. Ransel itu sendiri sudah cukup berat. Dengan kondisi seperti itu, kami tidak bisa membawa jaket dan barang lainnya. Meskipun menjadi Komandan kita, Pak Yunus membawa beban yang sama dan seberat yang kita bawa. Tindakan sederhana ini jauh lebih berharga daripada jamuan pidato yang panjang. Jika pemimpin menanggung beban yang sama beratnya dengan anak buahnya, anak buah akan patuh dan setia. Jadi pemimpin bisa menghemat banyak pidato yang panjang dengan hanya menetapkan contoh yang layak diikuti. Suatu kali, pada tahun 1984, saya mendampingi Pak Yunus dalam sebuah marathon yang dimulai dari Senayan di Jakarta Selatan. Beliau saat itu sebagai Kolonel sedangkan saya sebagai Kapten. Ketika kami sampai di Harmoni di Jakarta Pusat, seorang teman saya, seorang perwira, meminta izin untuk menggunakan kamar kecil, tetapi dia tidak kembali. Sejujurnya, saya juga ingin melarikan diri. Tetapi bagaimana saya bisa ‘menghilang’ saat Pak Yunus berlari di samping saya? Itu salah satu karakteristik Pak Yunus. Impresi saya tentang kepemimpinannya adalah ketenangan, selalu tenang, tidak panik, tidak pernah terlihat gugup. Ini adalah pelajaran bagi kita semua. Ketika seorang komandan panik, menjadi gugup, pingsan atau gagal bertindak ketika berhadapan dengan musuh, dia kehilangan otoritasnya untuk selamanya. Karenanya, dikatakan bahwa pertukaran tembakan pertama menentukan. Pak Yunus juga merupakan seorang prajurit yang tegas. Dia akan melakukan segala hal untuk meraih kemenangan dan tidak menerima alasan apapun. Pak Yunus tegas dan sangat keras kepala. Dia sering dianggap terlalu keras terhadap anak buahnya. Sebelum dia menjadi jenderal, dia akan memeriksa pasukannya, dan semuanya harus dalam keadaan baik. Siapa pun yang melakukan kesalahan akan diperintahkan untuk berbaris dengan ransel berat atau melakukan setidaknya 18 pull-up. Jika kita tidak terbiasa menghadapi kondisi seperti itu, kecenderungan untuk panik, gugup, membeku oleh ketakutan dan bingung sangat tinggi. Saya harus mengatakan bahwa ini didasarkan pada pengalaman salah satu senior saya. Pria ini pintar di AKABRI, sangat cerdas secara akademis, tetapi, tidak seperti Pak Yunus, dia membeku di medan perang. Dia harus dievakuasi dari medan pertempuran. Namun, saya merasa bahwa saya telah meraih manfaat dari memiliki seorang komandan seperti Pak Yunus pada awal kari…

LIEUTENAN JENDERAL TNI (Purn.) SOEGITO Seorang pemimpin harus berada di antara anak buahnya, dan di situlah Pak Soegito selalu berada. Dia selalu terlibat…

Source link