LEADERSHIP QUALITIES OF MY SENIORS (PART 2)

by -69 Views
LEADERSHIP QUALITIES OF MY SENIORS (PART 2)

Jenderal TNI Letjen (Purn.) Himawan Soetanto

Salah satu nilai yang saya pelajari dari Pak Himawan Soetanto adalah bahwa seorang komandan harus dekat dengan anak buahnya. Seorang komandan harus berada di antara anak buahnya saat mereka bangun di pagi hari sampai mereka tidur. Seorang komandan harus memeriksa kondisi anak buahnya, mulai dari dapur, kamar mandi hingga kualitas pakaian dalam mereka. Berkat Pak Himawan Soetanto, saya telah mengembangkan kebiasaan untuk memeriksa detail dapur dan perlengkapan anak buah saya. Suatu saat, saya menemukan bahwa pakaian dalam putih para prajurit telah berubah warna menjadi cokelat. Saya juga mengetahui bahwa dapur telah menjadi sumber praktik korupsi terbesar. Bayangkan, satu kilogram daging diatur untuk 16 orang. Di TNI, ini dikenal sebagai ‘daging cukur’ karena dagingnya tipis seperti pisau cukur. Sungguh tragis. Itu adalah beberapa hal yang saya pelajari dari kepemimpinan praktis Pak Himawan Soetanto.

Pertama kali saya mengenal Pak Himawan Soetanto ketika saya bergabung dengan AKABRI pada tahun 1970. Saat itu, beliau menjabat sebagai Wakil Gubernur AKABRI yang bertanggung jawab atas pendidikan dan pelatihan. Beliau sangat terpelajar. Beliau fasih berbahasa Inggris dan Belanda. Beliau bahkan bisa sedikit berbahasa Jepang, yang telah beliau pelajari selama pendudukan Jepang di Indonesia. Beliau juga gemar membaca buku sejarah. Sekali lagi, tokoh besar yang saya kenal adalah pembaca buku yang fanatik. Seorang pemimpin adalah seorang pembaca. ‘Pemimpin yang baik harus membaca dengan tekun,’ seperti pepatah terkenal. Rumahnya dipenuhi oleh banyak buku. Setiap kali bertemu dengannya, beliau selalu membahas buku-buku dengan saya. Kadang beliau bertanya apakah saya sudah membaca buku karya B. H. Liddell Hart, seorang sejarawan strategi militer Inggris, atau Sun Tzu, seorang ahli strategi militer Tiongkok, dan buku-buku lainnya. Hal lain yang mengesankan saya adalah penampilannya yang rapi. Wajahnya selalu penuh senyuman. Beliau selalu humoris, tenang namun percaya diri, dan dekat dengan anak buahnya. Beliau memiliki pengalaman tempur yang panjang, dan hal itu terlihat dari sikapnya. Hal ini berbeda dengan beberapa orang yang tidak memiliki banyak pengalaman tempur. Mereka cenderung dingin dan jauh dengan anak buahnya. Mereka selalu ingin mematuhi peraturan. Istilah kami di TNI untuk jenis tokoh seperti ini adalah berpikiran PUD atau perwira PUD. PUD adalah akronim untuk Peraturan Keuangan Dalam. Sementara itu, para pemimpin TNI yang terbiasa berada di tengah anak buahnya di lapangan biasanya lebih santai dan fleksibel. PUD disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Selain itu, saya ingat sebuah artikel dalam PUD yang mengatakan bahwa komandan unit dapat menyesuaikan PUD dengan kondisi masing-masing unit. Ini berarti bahwa seorang komandan memiliki kewenangan yang besar untuk menyesuaikan peraturan berdasarkan kebutuhan dan situasi. Oleh karena itu, salah satu nilai yang saya dapatkan dari Pak Himawan Soetanto adalah bahwa seorang komandan harus dekat dengan anak buahnya. Komandan harus bersama mereka dari pagi hingga malam. Komandan harus memeriksa kondisi anak buahnya, mulai dari dapur, kamar mandi, hingga pakaian dalam mereka. Belajar dari Pak Himawan Soetanto, saya memiliki kebiasaan memeriksa detail dapur dan peralatan. Pada suatu waktu, saya pernah menemukan bahwa pakaian dalam para prajurit saya menjadi cokelat, tidak lagi putih. Saya juga mengetahui bahwa dapur telah menjadi sumber banyak praktik korupsi. Satu kilogram daging akan dibagi antara 16 orang! Hal ini terkenal di TNI sebagai ‘daging cukur’, daging seperti pisau cukur. Tragis. Itu adalah beberapa masalah kepemimpinan praktis yang saya pelajari dari Pak Himawan Soetanto. Letnan Jenderal Himawan Soetanto memiliki karir yang gemilang. Beliau menjadi inspirasi bagi banyak orang dalam militer. Saya sangat dekat dengan beliau. Saya tetap dekat dengannya bahkan setelah pensiun. Beliau adalah salah satu ment…

Jenderal TNI Letjen (Purn.) Sarwo Edhie Wibowo

Sarwo Edhie mempunyai karisma. Beliau tampan, rapi, selalu terlihat rapi. Beliau dikenal sebagai seseorang yang memimpin dari depan. Bahkan saat menjabat sebagai komandan Pasukan Khusus (RPKAD), beliau terlibat di lapangan. Beliau adalah idola para mahasiswa, pemuda, dan idola kita, para perwira muda dan kadet. Sebagai mentor saya di AKABRI, beliau sering membagikan pengalamannya. Saat itu, beliau menanamkan dalam kami semangat untuk tidak menyerah, semangat patriotisme. Beliau juga sempat menulis sebuah buku berjudul “My Life is for the Country and the Nation”. Nilai itu ditanamkan dalam diri kami sebagai kadet AKABRI. Patriotisme melalui cinta akan tanah air dan kebanggaan akan warisan nenek moyang kita. Itulah yang Pak Sarwo tanamkan dalam diri kami.

Pertama kali saya bertemu dengan Jenderal Sarwo Edhie saat saya masih seorang kadet. Beliau belum menjabat sebagai Gubernur AKABRI (sekarang AKMIL), tetapi beliau sangat terkenal. Pak Sarwo Edhie juga adalah sahabat dekat orangtua saya. Sebelum saya resmi menjadi kadetnya, saya sudah mendengar banyak cerita tentang Pak Sarwo dari orangtua saya, bagaimana Pak Sarwo memimpin Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD, sekarang KOPASSUS) pada saat-saat kritis pada Oktober 1965 selama kudeta G30S/PKI. Beliau adalah sosok karismatik. Tampan, rapi, selalu berpakaian rapi. Beliau juga dikenal sebagai seorang komandan yang memimpin operasi dari depan. Sebagai komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD, sekarang KOPASSUS), beliau masih terlibat di lapangan, sehingga beliau juga menjadi idola para kadet muda. Sebagai mentor saya di AKABRI, beliau sering menceritakan pengalamannya. Saat itu, beliau menanamkan dalam kami semangat ketahanan dan patriotisme. Beliau juga menulis buku berjudul “My Life is for the Country and the Nation”. Nilai itu ditanamkan dalam diri kami sebagai kadet AKABRI. Semangat patriotisme melalui cinta tanah air dan kebanggaan akan warisan nenek moyang kita, itulah semangat yang Pak Sarwo Edhie tanamkan dalam diri kami. Setelah beliau pensiun dari dinas aktif, beliau sebentar menjabat sebagai Duta Besar untuk Korea Selatan. Untuk waktu yang singkat, beliau juga menjabat sebagai Ketua Badan Pengawas Pelaksanaan dan Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila (BP7). Saya ingat bagaimana beliau tetap…

Jenderal TNI Besar (Purn.) Abdul Haris Nasution

Saya merasa beruntung telah mendapat kesempatan luar biasa yang tidak banyak orang alami di negeri ini. Itu adalah berbicara langsung dengan tokoh kunci generasi ’45, tokoh kunci dalam perjuangan kemerdekaan kita: Pak Nas. Saya merasa seperti menjadi seorang murid dari aktor sejarah. Beliau sering membagikan pengalaman, pendapat, strategi perang gerilya, pengalaman melawan Belanda, dan banyak hal lain kepada saya. Beliau juga sangat ahli dalam sejarah dan berbagai bahasa, seperti juga tokoh-tokoh lain dari generasi ’45. Beliau…

Source link