Pemasangan baliho Prabowo-Gibran di landmark Kota Batam, yang bertuliskan Welcome to Batam, menuai kontroversi setelah Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mencopotnya. Tim Kampanye Daerah (TKD) Prabowo-Gibran Kepri memastikan bahwa baliho itu dipasang oleh relawan mereka dan telah mendapatkan izin dari Pemerintah Kota Batam. Meskipun demikian, Bawaslu Kepri bersikeras bahwa pemasangan baliho tersebut melanggar aturan zonasi penempatan alat peraga kampanye.
Dalam respons cepat, TKD Prabowo-Gibran melaporkan Ketua Bawaslu Kepri dan Ketua Bawaslu Batam ke polisi atas dugaan perusakan alat peraga kampanye. Ketidaksepakatan antara pihak-pihak terkait mengenai pemasangan baliho menciptakan ketegangan, dengan TKD Prabowo-Gibran menegaskan kesiapan mereka untuk membuktikan kebenaran di jalur hukum.
Kontroversi ini menyoroti sensitivitas kampanye politik menjelang pemilu dan menimbulkan pertanyaan tentang aturan pemasangan alat peraga kampanye di ruang publik.
Dalam menghadapi Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg), Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu memiliki peraturan ketat terkait pemasangan alat peraga kampanye.
Aturan KPU menetapkan bahwa kampanye pemilu mencakup pemasangan alat peraga kampanye seperti baliho, billboard, atau videotron; spanduk; dan umbul-umbul. Ukuran alat peraga kampanye juga diatur dengan ketentuan maksimal untuk baliho, billboard atau videotron, spanduk, dan umbul-umbul.
Selain itu, dalam Pasal 71 Undang-Undang (UU) 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan bahwa pemasangan bahan kampanye dilarang di beberapa tempat umum, termasuk tempat ibadah, rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan, tempat pendidikan, gedung atau fasilitas yang dimiliki oleh pemerintah, jalan protokol, dan lainnya.
Sementara pada Pasal 71 terkait Alat Peraga Kampanye (APK), ditegaskan bahwa pemasangan APK dilarang di beberapa tempat umum seperti tempat ibadah, rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan, tempat pendidikan, gedung atau fasilitas yang dimiliki oleh pemerintah, serta fasilitas lain yang berpotensi mengganggu ketertiban umum.
Aturan tersebut juga mencakup larangan pelibatan aparat negara, termasuk TNI dan Polri, dalam kampanye.
Berdasarkan keterangan dari Ketua Badan Pengawas Pemilu RI, Rahmat Bagja, warga yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif diperbolehkan memasang spanduk sosialisasi sebelum memasuki masa kampanye Pemilu 2024.
Bagja juga menjelaskan bahwa sosialisasi tidak melibatkan ajakan untuk memilih atau tidak. Meskipun demikian, ketentuan resmi terkait sosialisasi masih dalam pembahasan bersama Komisi Pemilihan Umum RI (KPU RI) untuk kemudian diatur melalui peraturan atau surat keputusan KPU RI.